Kegiatan Konferensi Internasional Hukum Adat di Indonesia: Subsistensi Perempuan Adat dan Reaksi Terhadap Liberalisasi Tata Kelola Sumber Daya Alam
Pada Selasa, 21 Januari 2025, Konferensi Internasional Masyarakat Hukum Adat di Indonesia digelar sebagai hasil kerja sama antara Akar Global Inisiatif dan Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Bengkulu. Acara ini mengangkat tema “Subsistensi Perempuan Adat dan Reaksi terhadap Liberalisasi Tata Kelola Sumber Daya Alam,” menyoroti bagaimana perempuan adat mempertahankan keberlangsungan hidup mereka di tengah perubahan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang semakin liberal. Konferensi ini menghadirkan dua pakar ternama, yakni Dr. Ruth Indiah Rahayu, peneliti feminisme dari Yayasan Inkrispena, serta Prof. Dr. Drs. Sarwit Sarwono, M. Hum, Guru Besar FKIP Universitas Bengkulu.
Dalam diskusi yang berlangsung, Dr. Ruth Indiah Rahayu menekankan bahwa perempuan adat memiliki peran strategis dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, namun sering kali diabaikan dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan tanah dan lingkungan mereka. Ia menjelaskan bahwa liberalisasi tata kelola sumber daya alam yang didorong oleh investasi besar sering kali berdampak buruk bagi perempuan adat, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Sementara itu, Prof. Sarwit Sarwono mengkaji fenomena ini dari perspektif pendidikan dan hukum adat, dengan menyoroti bagaimana sistem hukum formal dan kebijakan pemerintah sering kali berbenturan dengan kearifan lokal yang telah lama dijalankan oleh komunitas adat.
Workshop yang menjadi bagian dari konferensi ini juga memberikan ruang bagi perempuan adat untuk berbagi pengalaman mereka dalam menghadapi eksploitasi sumber daya alam dan marginalisasi akibat kebijakan yang lebih berpihak pada pasar bebas. Beberapa peserta menyampaikan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan komunitas adat secara ekonomi, tetapi juga mengancam keberlanjutan budaya mereka yang bergantung pada alam.
Acara ini diakhiri dengan diskusi panel yang menghasilkan rekomendasi strategis bagi pemerintah dan pemangku kebijakan agar lebih mempertimbangkan perspektif perempuan adat dalam setiap kebijakan terkait sumber daya alam. Konferensi ini menjadi momentum penting dalam menegaskan bahwa hak-hak perempuan adat harus diakui dan diperkuat dalam menghadapi tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang semakin luas.