‘Cancel Culture’: Bentuk Keadilan Sosial atau Penghakiman Massa?
Fenomena ‘cancel culture’ semakin populer di dunia maya, di mana individu atau kelompok tertentu dapat “dihukum” secara sosial akibat perilaku atau pandangan yang dianggap salah oleh masyarakat. Banyak selebritas, tokoh publik, atau bahkan perusahaan yang dijatuhi hukuman sosial berupa boikot atau kecaman setelah pernyataan atau tindakan mereka dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku. Meskipun dianggap sebagai bentuk keadilan sosial bagi beberapa kalangan, fenomena ini juga memunculkan kontroversi karena dianggap sebagai bentuk penghakiman massa yang berpotensi merusak reputasi dan kehidupan individu tanpa adanya proses hukum yang jelas.
Melalui teori interaksionisme simbolik, ‘cancel culture’ dapat dianalisis sebagai cara masyarakat mengatur norma-norma sosial dan mengukuhkan batas-batas moralitas. Fenomena ini juga bisa dilihat melalui teori konflik, yang menunjukkan ketegangan antara kelompok yang merasa terpinggirkan atau terwakili oleh gerakan ini dan kelompok yang merasa bahwa mereka menjadi sasaran tanpa proses yang adil. Teori kontrol sosial dari Travis Hirschi juga relevan untuk menjelaskan bagaimana masyarakat menggunakan media sosial sebagai alat untuk mengontrol perilaku individu dan menegakkan norma sosial.