Analisis Sosiologi Mengenai Fenomena Bullying di Sekolah: Faktor Sosial Apa yang Berperan?
Bullying di sekolah masih menjadi isu serius yang tidak kunjung surut. Banyak siswa yang menjadi korban bullying akibat perbedaan status sosial, fisik, atau bahkan perbedaan etnis dan budaya. Bullying sering dianggap sebagai cara bagi sebagian siswa untuk meningkatkan status sosial mereka di sekolah. Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan tentang empati dan toleransi di lingkungan sekolah. Siswa yang merasa kurang atau berbeda dari teman-temannya sering kali menjadi sasaran kekerasan, baik secara fisik maupun verbal. Fenomena ini semakin diperburuk dengan adanya ketidaktahuan orang tua dan guru tentang dampak buruk bullying terhadap perkembangan psikologis siswa.
Dalam konteks teori peran sosial Erving Goffman, bullying dapat dilihat sebagai manifestasi dari peran sosial yang telah ditentukan oleh norma-norma dan harapan masyarakat. Siswa yang dianggap “berbeda” dari kelompok dominan sering kali dijadikan sasaran bullying karena adanya ekspektasi sosial yang mengategorikan individu dalam peran tertentu. Dengan kata lain, korban bullying sering kali mengalami stigma sosial yang membuat mereka lebih rentan terhadap diskriminasi dan pelecehan di lingkungan sekolah.
Selain itu, teori konflik sosial menunjukkan bahwa bullying merupakan mekanisme yang digunakan oleh kelompok dominan untuk mempertahankan posisi mereka dalam hierarki sosial sekolah. Siswa yang memiliki status sosial lebih tinggi atau lebih berkuasa secara fisik dan sosial sering kali menggunakan bullying sebagai cara untuk menegaskan kekuasaan mereka, sementara korban mengalami marginalisasi yang semakin memperkuat ketimpangan sosial di lingkungan sekolah.
Fenomena ini semakin diperparah dengan kurangnya pendidikan tentang empati dan toleransi, serta kurangnya kesadaran orang tua dan guru terhadap dampak buruk bullying terhadap perkembangan psikologis siswa. Oleh karena itu, dalam perspektif sosiologi, intervensi yang efektif dalam mengatasi bullying harus melibatkan perubahan struktural dalam norma sosial sekolah, peningkatan kesadaran kolektif, serta peran aktif dari institusi pendidikan dan keluarga dalam membangun lingkungan yang lebih inklusif dan suportif
Jadi melalui teori peran sosial dari Erving Goffman, bullying di sekolah dapat dianalisis sebagai manifestasi dari peran sosial yang telah ditentukan oleh norma-norma dan harapan masyarakat. Siswa yang dianggap “berbeda” dari kelompok dominan sering kali dijadikan sasaran bullying sebagai bentuk ketidaksetaraan sosial di dalam kelompok tersebut. Teori konflik juga menunjukkan bahwa bullying merupakan cara kelompok yang lebih dominan untuk mempertahankan kekuasaan sosial mereka dengan merendahkan kelompok yang dianggap lemah atau terpinggirkan.