Analisis Fenomena Bunuh Diri: Perspektif Teori Suicidé Emile Durkheim
Belakangan ini kita heboh dengan adanya berita satu keluarga di Jakarta Utara bunuh diri dengan cara melompat bersama-sama dari sebuah apartemen di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu (9/3/2024) sekira pukul 16.15 WIB. Diketahui, satu keluarga tersebut terdiri atas ayah berinisial EA (51), ibu AEL (50), dan dua anaknya yang berusia remaja yakni perempuan berinisial JL (15) dan laki-laki JWA (13). Hingga kini, polisi masih menyelidiki kasus kematian satu keluarga yang diduga bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 22 sebuah Apartemen di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman soal adanya dugaan penyebab mereka mengakhiri nyawanya karena terlibat utang-piutang.
Sosiologi mempunyai teori yang menjelaskan fenomena bunuh diri, salah satunya yaitu teori suicide dari Emile Durkheim. Emile Durkheim, seorang tokoh utama dalam bidang sosiologi, menghadirkan pemahaman yang mendalam tentang fenomena bunuh diri melalui pendekatannya yang terkenal. Menurut Durkheim, bunuh diri tidak semata-mata merupakan tindakan individual yang dilakukan oleh seseorang secara spontan. Sebaliknya, ia melihat bunuh diri sebagai fenomena yang terkait erat dengan kondisi sosial yang melingkupi individu tersebut. Dalam karyanya yang terkenal, “Le Suicide” (Suicide), Durkheim mengelaborasi teorinya tentang bunuh diri dengan mengidentifikasi tiga tipe utama: egois, altruistik, dan anomi.
Bunuh diri egois terjadi ketika individu merasa terisolasi dan terasing dari masyarakat. Ini terjadi ketika ikatan sosial yang biasanya menghubungkan individu dengan komunitasnya menjadi lemah atau rusak. Dalam konteks ini, individu merasa tidak memiliki dukungan atau koneksi yang kuat dengan orang lain, sehingga mereka cenderung merasa putus asa dan terasing. Bunuh diri altruistik, di sisi lain, terjadi ketika individu terlalu terikat pada norma-norma sosial dan identitas kelompok mereka. Dalam situasi ini, individu mungkin mengorbankan diri mereka demi kepentingan kelompok atau komunitas yang mereka anggap lebih penting daripada kehidupan mereka sendiri.
Durkheim juga memperkenalkan konsep bunuh diri anomi, yang terjadi ketika ada ketidakstabilan sosial yang signifikan dan kurangnya regulasi normatif. Ini sering terjadi dalam situasi di mana individu merasa kehilangan orientasi atau arah dalam kehidupan mereka karena perubahan yang drastis dalam masyarakat, seperti resesi ekonomi, perubahan politik, atau bencana alam. Dalam keadaan anomi, individu mungkin merasa kebingungan atau tidak terikat pada norma-norma sosial yang ada, yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri karena kurangnya panduan atau struktur yang jelas dalam kehidupan mereka. Dengan menganalisis bunuh diri dari perspektif ini, Durkheim menyoroti pentingnya faktor-faktor sosial dalam membentuk perilaku manusia dan menekankan perlunya pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika sosial dalam memahami fenomena bunuh diri