
DPRD Musi Rawas Siapkan Raperda Inisiatif tentang Adat, Libatkan Akademisi Universitas Bengkulu

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Musi Rawas menyatakan komitmennya untuk menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang adat Kabupaten Musi Rawas. Gagasan ini disampaikan Ketua DPRD Musi Rawas, Firdaus Cik Olah, SE, M.I.Kom, dalam kegiatan reses masa sidang II tahun 2025 yang berlangsung di Aula Kantor Camat Muara Lakitan pada Rabu, 3 September 2025.
Firdaus menjelaskan bahwa regulasi daerah dapat lahir melalui dua jalur, yaitu usulan eksekutif dan inisiatif legislatif. Raperda adat yang sedang digagas merupakan inisiatif DPRD sebagai respon atas kekhawatiran memudarnya adat dan budaya lokal di Musi Rawas, termasuk tradisi dalam prosesi lamaran yang dinilai mulai banyak ditinggalkan.
Salah satu isu yang akan diatur dalam Raperda adat ini adalah praktik “pesta malam” yang selama ini menjadi tradisi di sejumlah wilayah Musi Rawas. Di internal DPRD sendiri, wacana pembatasan pesta malam memunculkan perbedaan pandangan: ada anggota yang mendukung, ada pula yang menolak. Karena itu, DPRD memilih merumuskan Perda adat yang lebih komprehensif, di mana pengaturan tentang pesta malam menjadi bagian dari kerangka besar pelestarian adat, bukan sekadar regulasi yang hanya mengurus satu jenis acara.
Firdaus juga menegaskan bahwa pesta malam, khususnya di daerah Musi, merupakan bagian dari tradisi yang di dalamnya terdapat praktik sumbangsih masyarakat. Oleh sebab itu, DPRD akan mengkaji secara lebih mendalam bagaimana menyikapi tradisi ini agar tetap menghormati nilai-nilai budaya, namun sekaligus menjawab aspirasi publik terkait ketertiban dan kenyamanan bersama.
Dalam proses penyusunan Raperda adat, DPRD Musi Rawas melibatkan akademisi dari Universitas Bengkulu sebagai penyusun naskah akademik. Kolaborasi ini diharapkan dapat menghasilkan landasan ilmiah yang kuat bagi pengaturan adat dan budaya lokal, sehingga kebijakan yang lahir tidak hanya responsif terhadap aspirasi masyarakat, tetapi juga sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Camat Muara Lakitan, Hermansyah, S.Pd., M.Pd., menambahkan bahwa dinamika pandangan terkait pesta malam juga tercermin di tengah masyarakat. Ia menyebut, sebagian besar warga di wilayahnya tidak setuju jika pesta malam dihapus total, sementara sebagian lain mendukung adanya pelarangan. Kondisi ini menunjukkan pentingnya kehadiran regulasi yang jelas dan disusun melalui dialog antara pemerintah daerah, legislatif, akademisi, dan masyarakat.