
KOLABORASI TIGA PERGURUAN TINGGI DI BENGKULU DORONG DESA CAHAYA NEGERI JADI DESA CERDAS
Dalam upaya mendorong percepatan transformasi tata kelola pemerintahan desa, Jurusan Administrasi Publik dari tiga perguruan tinggi terkemuka di Bengkulu—Universitas Bengkulu (UNIB), Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH., MH (UNIHAZ), dan Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA Bengkulu)—menggelar kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) kolaboratif di Desa Cahaya Negeri, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma.
Kegiatan yang dikemas dalam bentuk Bimbingan Teknis (Bimtek), Focus Group Discussion (FGD), dan Sharing Session ini mengangkat tema strategis “Smart Governance”. Fokus utamanya adalah penguatan enam pilar tata kelola pemerintahan cerdas, termasuk optimalisasi sistem elektronik dalam pelayanan publik serta pengembangan konsep desa cerdas (Smart Village) guna mendongkrak Pendapatan Asli Desa (PAD).
Dari perspektif administrasi publik, Desa Cahaya Negeri memiliki karakteristik unik sebagai desa terluas dan terpadat di wilayahnya. Namun, densitas ini membawa tantangan manajerial tersendiri. Keterbatasan pengelolaan Dana Desa (DD) dan minimnya diversifikasi usaha BUMDes—yang saat ini hanya berfokus pada penyewaan alat pesta—menyebabkan rendahnya PAD.
Selain itu, isu krusial terkait manajemen aset (tanah) dan validitas data informasi desa menjadi sorotan. Para akademisi menekankan urgensi penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Desa sesuai dengan Permendagri No. 2 Tahun 2017 sebagai instrumen dasar perbaikan kualitas layanan.
Kabupaten Seluma saat ini tengah mengakselerasi pembangunan desa melalui insentif tambahan bagi 14 desa, di mana 10 di antaranya berada di Kecamatan Sukaraja. Desa Cahaya Negeri, bersama Bukit Peninjauan 1 dan Bukit Peninjauan 2, telah ditetapkan sebagai lokus Desa Cerdas, sementara desa lainnya menjadi lokus desa inklusi.
Dalam diskusi terungkap dua isu kebijakan utama yang membutuhkan intervensi segera: Manajemen Persampahan dan Digitalisasi Desa.
Menanggapi isu persampahan, Ketua Jurusan Administrasi Publik UNIB, Suratman, S.IP., M.Si, memberikan tinjauan kritis dari aspek kelembagaan. Ia menyarankan agar pemerintah desa tidak terjebak pada pendekatan teknis semata, seperti pembelian alat pencacah sampah.
“Dalam tata kelola publik, langkah pertama adalah mengidentifikasi persoalan mendasar dan memperkuat kelembagaannya terlebih dahulu (institutional building). Sebelum pengadaan teknologi, kita harus menghitung volume sampah dan potensi nilai tambahnya, sehingga intervensi kebijakan menjadi efektif dan berkelanjutan,” tegas Suratman.
Sisi lain dari Smart Governance adalah ketersediaan data yang akurat ( evidence-based policy). Forum ini menyoroti perlunya integrasi data kependudukan dan aset ke dalam fitur website desa. Salah satu poin menarik yang dibahas adalah urgensi pencantuman data golongan darah dalam dokumen kependudukan.
Saat ini, pemerintah desa tengah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk memfasilitasi pemeriksaan dan input data golongan darah yang didanai melalui APBD. Langkah ini dinilai vital untuk meningkatkan responsivitas pelayanan kesehatan warga.
Kolaborasi lintas universitas ini diharapkan tidak hanya berhenti pada tataran wacana, melainkan menjadi katalisator bagi Desa Cahaya Negeri dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang modern, transparan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat