
Urgensi Pembentukan Kejaksaan Negeri Musi Rawas dan Pemenuhan Harapan Publik (Public Expectations)
Merujuk hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan secara berkala pada Januari 2025, merujuk pada evaluasi 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Rakalevel kepuasan publik terhadap penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum berada pada zona positif pada angka 72%.
Secara lebih spesifik kepuasan public lembaga penegak hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 72,6%, Kejaksaan RI 70,0%, Mahkamah Konstitusi (MK) 69,1%, Mahkamah Agung (MA) 69,0% dan Kepolisian RI (Polri) 65,7% (sumber https://nasional.kompas.com/read/2025/01/20/04000001/survei-litbang-kompas–kepuasan-publik-terhadap-penegakan-hukum-era-prabowo).
Meski kemudian survei mendapat respon beragam dari public terkait prosentase level kepuasan public tersebut, setidaknya disampaikan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku heran terhadap hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan Kejagung mendapat citra positif 70% persen dari publik. Padahal, menurut MAKI, kinerja Kejaksaan sudah baik.
MAKI melihat terdapat anomali persepsi masyarakat atas hasil survei yang di rilis Litbang Kompas soal citra baik lembaga penegak hukum,” (sumber keterangan pers MAKI Sabtu 25 Januari 2025). Argumentasi MAKI, Kejagung memang jarang melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Namun Kejagung berhasil mengungkap sejumlah kasus besar seperti : OTT Zarof Ricar dengan bukti 1 T, Pengungkapan kasus Ronald Tanur yang melibatkan 4 (empat) hakim PN Surabaya, PT. Timah, Asabri, Jiwasraya, Perkebunan, dst.Dalam konteks wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan, dibawah – Dr. Yulianto, SH, MH – pengungkapan kasus Light Rail Transit (LRT), Tambang, Batang hari Sembilan dan terbaru OTT Kadisnaker Sumatera Selatan adalah ‘prestasi’ yang patut mendapat apresiasi.
Berbicara secara khusus terkait kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum, kasat mata dibawah Jaksa Agung Dr. ST. BURHANUDDIN, SH.,MH, performancekorps Adyaksa relative menonjol. Walaupun pada saat yang sama, tentu masih banyak ‘agenda-agenda’ pembenahan institusi internal dan ekternal yang harus dilakukan.Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 yang menggantikan UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I., Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Di dalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).
Kejaksaan merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.
Maksimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan, terutama terkait point e dan f yaitu :
e. Pemberian pertimbangan hukum kepada lembaga, instansi pemerintah di pusat dan di daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dalam menyusun peraturan perundang-undangan serta peningkatan kesadaran hukum masyarakat; dan
f. Penyelenggaraan koordinasi, bimbingan dan petunjuk teknis serta pengawasan yang baik ke dalam maupun dengan instansi terkait atas pelaksanaan tugas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Kejaksaan dituntut mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum, mengindahkan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan serta wajib menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.Pelaksanaan kekuasaan negara oleh Kejaksaan diselenggarakan oleh:
a. Kejaksaan Agung;
b. Kejaksaan Tinggi; dan
c. Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Urgensi Pembentukan Kejaksaan Negeri Musi Rawas
Pada tanggal 12 Februari 2024 terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Pembentukan Kejaksaan Negeri Kepulauan Anambas, Kejaksaan Negeri Musi Rawas, Kejaksaan Negeri Sigi, Kejaksaan Negeri Morowali Utara, dan Kejaksaan Negeri Maluku Tenggara. Perpres pembentukan beberapa kejaksaan negeri – khususnya Kejaksaan Negeri Musi Rawas -, selain bagian dari maksimalisasi tugas dan fungsi kejaksaan pada tingkat daerah juga penyesuaian (adjustment) dari setidaknya :
1. Fenomena pemekaran daerah otonomi sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan data BPS saat ini di Indonesia ada 38 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota. Bandingkan dengan jumlah organ kejaksaan di seluruh Indonesia yang hanya terdapat 32 kejaksaan tinggi, 83 kejaksaan negeri tipe A, 327 kejaksaan negeri tipe B dan 72 cabang kejaksaan negeri.(sumber JDIH.Kejaksaan.go.id). Artinya , secara kelembagaan terdapat ketidak berimbangan penyelenggaraan tugas dan fungsi kejaksaan dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah. Pembentukan Kejaksaan Negeri Musi Rawas, dapat dipahami sebagai bagian dari upaya untuk menjawab persoalan ini.
2. Pasca terbitnya UU No. 7/2001 tentang Pembentukan Kota Lubuklinggau pada 21 Juni 2001, lalu UU No. 16/2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara. Kabupaten Musi Rawas sebagai ‘kabupaten induk’ yang berdiri sejak 20 April 1943 berdasarkan UU No. 28/1959, penyelenggaraan tugas dan fungsi kejaksaan di bidang hukum menginduk pada Kejaksaan Negeri Lubuklinggau yang membawahi : Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Musi Rawas Utara.Padahal dengan luas 6.357,17 km², sebaran penduduk 64 jiwa/km², jumlah penduduk 425,15 ribu jiwa yang tersebar di 14 kecamatan, 13 kelurahan dan 186 desa – tentu saja dinamika terkait tugas dan fungsi kejaksaan di bidang hukum relative tinggi.
3. Dalam kaitannya dengan investasi dan sector swasta di Kabupaten Musi Rawas, berdasarkan data ada perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) sebanyak 25 perusahaan (data Dinas Perkebunan Musi Rawas tanggal 16 Okt 2023), 13 perusahaan IBS (data BPS Sumsel 2022), 19 perusahaan kontruksi (data BPS Musi Rawas 2023) dan seterusnya.
Hal sebagaimana diatas, dapat menjadi sebagian dari titik tolak (starting point)dalam melihat bagaimana urgensi pembentukan Kejaksaan Negeri Musi Rawas dalam pembangunan daerah di bidang hukum, penegakan hokum serta tentu saja upaya pemberantasan korupsi di daerah sebagaimana amanat Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Kejaksaan Negeri Musi Rawas dan Pemenuhan Harapan Publik (Public Expectations)
Sejak dibentuk pada 12 Februari 2024, Kejaksaan Negeri Musi Rawas baru memiliki 2 (dua) orang ‘nakhoda’ yaituMuhammad Chozin, SH .MH sebagai kepala kejaksaan negeri yang dilantik 12 September 2024, kemudian digantikan oleh Abunawas, SH, MH sebagai pelaksana tugas (plt). Pengangkatan Abunawas, SH, MH sebagai plt. Kajari tentu memiliki arti penting bagi Kabupaten Musi Rawas, karena sebagai jaksa beliau meniti karir di ‘korps baju cokelat’ di Kejaksaan Negeri Lubuklinggau (yang saat itu juga membawahi wilayah hukum kabupaten Musi Rawas). Apalagi sebagai seorang ‘putra daerah’ Musi Rawas (tepatnya selangit), tentu mempunyai ‘sense of belonging’ dan komitmen bagi pembangunan di ‘tanah kelahiran’ – terutama di bidang hukum.
Setidaknya public layak berharap pada sosok kejari untuk melakukan gebrakan, terobosan serta upaya-upaya penguatan penegakan dibidang hukum (sosialisasi, pendampingan bidang perdata/TUN maupun penerapan asas ultimum remedium sebagai upaya terakhir dalam penanganan perkara pidana. Bahwa beberapa hal yang dilakukan plt kajari misalnya : MoU dengan Setwan DPRD Musi Rawas, koordinasi dengan Forum Komunikasi pimpinan daerah (Forkopinda) maupun ‘komunikasi’ dengan jurnalis-jurnalis dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN), adalah bagian dari komitmen dari upaya yang dilakukan.
Beberapa agenda local yang sering mencuat di Musi Rawas seperti : dana desa, dana BOS, penggunaan APBD di OPD maupun relasi antara sector swasta yaitu perusahaan – pemerintah (kontribusi terhadap pajak dan retribusi) maupun praktek korupsi sebagai extra ordinary crime, layak untuk menjadi concernlembaga kejari. Setidaknya performance Kejaksaan Agung maupun Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan yang ‘moncer’ belakangan ini, dapat menjadi acuan kinerja bagi Abunawas, SH, MH sebagai plt. Kajari Musi Rawas.
Selamat bekerja Pak Kajari :Fiat justitia ruat caelum !
Peneliti Sumatera Initiative Research and Consulting/Laboratorium Administrasi Publik Fisip Universitas Bengkulu